Kenapa Jarang Mahasiswa Asing yang Kuliah di Indonesia? – Internasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia tergolong kurang maksimal meski upaya ini mutlak untuk tingkatkan energi saing dan menciptakan lulusan yang dibutuhkan dunia global.
Jumlah mahasiswa asing di Indonesia, yang menjadi salah satu indikator dari internasionalisasi pendidikan tinggi, tetap sedikit. Ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti terbatasnya informasi, minimnya ketersediaan beasiswa, rendahnya reputasi kampus, serta rintangan bahasa, yang dihadapi oleh calon mahasiswa asing.
Potret mahasiswa asing di Indonesia dan Asia Tenggara
Meski belum tersedia data resmi dari pihak terkait seperti Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Imigrasi maupun Pangkalan Data Pendidikan Tinggi tentang jumlah tentu mahasiswa asing di Indonesia, data sekunder pada th. 2021, perlihatkan bahwa terkandung 3.896 mahasiswa asing.
Angka tersebut tidak menggapai 1% dari semua mahasiswa aktif di Indonesia yang jumlahnya menggapai 9,3 juta pada 2022. Padahal, bisnis pemerintah dalam menarik mahasiswa asing sudah dilaksanakan sejak th. 1970-an.
Sementara itu, jumlah mahasiswa slot bet 200 asing di Malaysia pada th. 2022 diperkirakan menggapai 130-170 ribu orang. Di sisi lain, Singapura punyai lebih dari 50 ribu mahasiswa asing pada th. 2020, namun Thailand mencatat jumlah lebih kurang 34.202 mahasiswa asing pada th. 2022.
Dari segi rasio mahasiswa asing, data dari Quacquarelli Symonds (QS) perlihatkan bahwa rasio tertinggi di Indonesia dimiliki oleh Universitas Udayana, Bali, dengan skor 9.6 dari maksimal 100. Rasio ini tetap jauh lebih rendah terkecuali dibandingkan dengan universitas di Asia Tenggara lainnya, seperti National University of Singapore dengan skor 81.9 dari 100 atau Universiti Malaya, Malaysia yang punyai skor 58.9 dari 100.
Mengapa sedikit?
Terdapat beberapa segi mengapa mahasiswa asing tetap enggan pilih Indonesia sebagai salah satu destinasi studi.
1. Minim informasi
Terbatasnya informasi yang tersedia dari perguruan tinggi sebabkan calon mahasiswa asing kesusahan mendapatkan informasi terkait perguruan tinggi di Indonesia. Belum siapnya infrastruktur perguruan tinggi dalam sedia kan situs situs bilingual, misalnya, sebabkan kurangnya informasi bagi calon mahasiswa asing.
Berbeda dengan universitas di Indonesia, ketersediaan situs bilingual di universitas-universitas di Thailand sudah lebih jamak ditemui. Website Chulalongkron University, misalnya, sedia kan informasi bagi calon mahasiswa asing yang lengkap dan diperbarui secara berkala dalam bahasa Inggris.
Selain itu, promosi universitas tampaknya tetap kurang efektif. Buktinya, jumlah mahasiswa asing yang terdaftar tiap-tiap tahunnya tetap rendah. Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, melaporkan pada September 2023 bahwa universitas sudah terima 42 mahasiswa asing. Sementara itu, Universitas Lampung cuma terima sebanyak 13 mahasiswa asing baru.
Indonesia bisa mengadopsi trick promosi yang lebih menarik dan efisien, seperti sekiranya promosi ‘Open House’ secara online yang dilaksanakan Chulalongkron University, Thailand.
2. Beasiswa terbatas
Faktor ketersediaan beasiswa menjadi segi utama yang pilih minat mahasiswa asing berkuliah di Indonesia.
Sejauh ini, pemerintah Indonesia sedia kan dua program beasiswa bagi mahasiswa asing, yakni Darmasiswa, program nongelar berdurasi satu th. untuk mempelajari bahasa dan budaya Indonesia yang sudah tersedia sejak th. 1974. Ada termasuk Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) yang mengimbuhkan beasiswa penuh bagi mahasiswa asing untuk program gelar pada program sarjana, master, dan doktor pada 31 universitas di Indonesia sejak th. 2006. Beasiswa ini merupakan program beasiswa penuh yang mewajibkan penerimanya mengikuti program akademis dalam bahasa Indonesia. Mahasiswa asing termasuk dapat diberikan selagi satu th. untuk tingkatkan kemampuan bahasa Indonesia lewat program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) sebelum berkuliah di program belajar yang dipilih.
Beberapa perguruan tinggi termasuk sudah sedia kan beasiswa mandiri bagi mahasiswa asing mereka baik beasiswa penuh maupun parsial. Diantaranya UI GREAT dari Universitas Indonesia, Airlangga Development Scholarship dari Universitas Airlangga, Gadjah Mada International Fellowship dari Universitas Gadjah Mada, UNY Distinguished International Student Scholarship dari Universitas Negeri Yogyakarta, UMY Scholarship dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan beberapa perguruan tinggi lainnya.
Namun ketersediaan kuota dari beasiswa-beasiswa di atas tetap terbatas. Beasiswa KNB pada th. 2021 cuma dapat terima sebanyak 268 penerima dari 2.914 pendaftar. Artinya, rasio penerimaan cuma lebih kurang 9% supaya persaingannya memadai ketat.
Baca Juga: Bentuk ‘Ageism’ di Pendidikan Tinggi dan Cara Mengatasinya
3. Reputasi kampus
Reputasi perguruan tinggi termasuk berpengaruh pada preferensi mahasiswa asing dalam pilih perguruan tinggi. Ini Reputasi umumnya dilihat dari pemeringkatan perguruan tinggi yang menjadi tolak ukur kinerja dan branding perguruan tinggi. Calon mahasiswa asing menggunakan data pemeringkatan ini sebagai pertimbangan dalam pilih perguruan tinggi.
Penelitian th. 2012 perlihatkan bahwa reputasi negara, institusi serta ranking universitas menjadi segi penarik mahasiswa untuk belajar di luar negeri. Sayangnya, perguruan tinggi Indonesia tetap berada pada peringkat 200-an dunia. Sementara itu, beberapa perguruan tinggi di kawasan Asia Tenggara sudah punyai reputasi dan ranking yang lebih baik.
4. Kendala bahasa
Hampir semua perguruan tinggi tetap menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar utama. Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar baru diterapkan di beberapa program belajar seperti program Kelas Khusus Internasional di Universitas Indonesia dan International Undergraduate Program (IUP) Universitas Gadjah Mada.
Hasil penelitian British Council di Indonesia perlihatkan bahwa tantangan utama dalam menerapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar adalah kemampuan bahasa Inggris yang rendah pada mahasiswa dan staf. Akibatnya, mahasiswa asing memerlukan selagi lama mengatur bahasa.
Keempat segi di atas berkontribusi secara signifikan dalam menarik minat mahasiswa asing ke Indonesia. Namun, kudu dicatat bahwa tetap banyak segi lain seperti proses aplikasi visa, segi budaya, keamanan, dan iklim yang termasuk berpengaruh dalam preferensi mahasiswa asing pilih Indonesia sebagai destinasi studi.